Hukum Minta diRuqyah (bag 1)
Bismillah, ash sholatu wa sallamu ‘ala rosulillah
wa‘ala ‘alihi wa sohbihi ajma’in, faman tabi’ahum bi
ihsanin illa yaumiddin.
Dalam buku sahih ath Thib
An Nabawi bagian fiqih pengobatan, dijelaskan
bahwa setidaknya ada 5 hukum berobat; yang
pertama mubah, sunnah, haram, syirik dan wajib
yang kesemuanya bergantung pada kondisi.
Kondisi pertama, hukum berobat bisa menjadi
mubah. Dimana dilakukan atau tidak dilakukan
pengobatan tidak mendapatkan pahala atau siksa.
Semisal sakit flu, yang jika tidak diobati pun kita
tahu dalam 3 hari imunitas tubuh akan mampu
melawannya atau akan sembuh kembali.
Kondisi kedua, hukum berobat bisa bernilai sunnah
dan mendapatkan pahala sunnah.
Dimana seseorang
melakukan pengobatan yang sesuai dengan anjuran
sunnah, atau sesuatu yang pernah dilakukan/
disetujui atau dianjurkan Rasulullah ﷺ .
Kondisi ketiga, hukum berobat bisa menjadi haram
jika ia melakukan sesuatu keharaman (semisal
melihat aurat) dalam berobat atau menggunakan
sesuatu yang haram semisal dengan mengkonsumsi
daging atau minyak babi.
Kondisi keempat, hukum berobat bisa menjadi
syirik jika terdapat kesyirikan didalam praktik atau
tatacaranya.
Semisal seseorang menggunakan
khodam (jin) dan bergantung kepadanya, atau
seseorang yang melakukan ritual syirik semisal
menyembelih binatang untuk syaitan demi
mendapatkan bantuan dari syaitan.
Kondisi kelima, hukum berobat bisa menjadi wajib
jika penyakit yang ia derita menghilangkan hak
orang lain. Semisal seorang suami yang ‘lumpuh’
dan tidak mampu menggauli istrinya berbulan-
bulan.
Dalam hal ini seseorang tidak bisa berkata;
“Aku bersabar dengan penyakit ini” disisi lain ia
mengabaikan kewajiban terhadap kebutuhan bathin
istrinya.
Segala puji bagi Allah, dalam perkembangannya –
indonesia sebagai negara muslim terbesar dunia
saat ini – kedokteran ala nabi semakin
berkembang dan menjadi solusi sehat untuk
ummat. Ruqyah syar’iyyah (ruqyah yang tidak
menyelisihi syariat), yang merupakan bagian tidak
terpisahkan dari ath Thib an Nabawi (disingkat
menjadi tibunabawi = kedokteran ala nabi yan
terdiri dari Hijamah/Bekam, Ruqyah Syariyyah
dan Herbal) semakin dikenal masyarakat. Ruqyah
syar’iyyah atau teraphy pengobatan dengan
dibacakan al qur’an dan do’a-do’a nabi merupakan
ruh-nya kedokteran ala nabi yang bisa
dikombinasikan menjadi satu tehnik atau bahkan
teknologi pengobatan yang tidak terpisahkan dan
tidak bisa ditolak lagi oleh logika ilmiah dan para
praktisi kedokteran moderen.
Namun ketika hal ini muli dikenal umum, ada
segelintir pihak yang cemburu dan mulai mencari-
cari kelemahan hukum syar’ie didalamnya. Jika,
pihak yang mendengki ruqyah tersebut adalah
pihak yang tersaingi dikalangan pengobat
alternatif (dukun), pengobat alternatif moderen
(tenaga dalam, pernafasan, kebatinan dll), ustadz
dukun-kyai dukun-habib dukun dll maka kami
pahami keresahannya karena lambat laun mereka
akan tenggelam karena ditinggalkan umat. Namun
yang menyedihkan adalah ketika sang ustadz yang
dihormati bahkan mengaku bermanhaj salafi
(mengikuti kalangan ash shalaf ash shalih) juga
memborbardir ruqyah syar’iyyah dengan hukum
syirik atau yang semisalnya.
Padahal ruqyah
syariyyah adalah media dakwah yang sangat
effective untuk mengenalkan sunnah kepada
masyarakat, dimana hamba-hamba Allah yang
sedang tertatih dan butuh petunjuk ini diarahkan
kepada cahaya dan kemuliaan hidup dalam sunnah
yang bisa mereka rasakan langsung. Jadi tidak
hanya dilarang mendatangi kahin namun juga
diarahkan dan bahkan dibimbing langsung menjadi
ahlussunnah yang sejati, alhamdulillah.
Ada segelintir ustadz salaf yang menolak ruqyah
dengan satu dalil yang ia bawa kemana-mana, dalil
ini tentu saja mematahkan semangat umat yang
sudah cendrung pada pengobatan yang
menakjubkan ini. “Jangan minta diruqyah nanti
tidak masuk syurga tanpa hisab!”.
Ikhwah fiddin rahimahullah, mari kita lihat bersama
secara seksama dan mendalam tentang historical
dan nash-nash yang menjadi awal mula lahirnya
kata “Ar Ruqyah As Syar’iyyah” ini hingga kita
memahami kenapa ulama sekaliber Ibnul Qayyim Al
Jauziyyah pun melakukan ruqyah yang kemudian
diabadikan dalam karyanya.
Ruqyah berasal dari kata ‘ruqo’ yang artinya
mantra. Dijaman jahiliyyah tehnik pengobatan
dengan memantrai ini sudah berkembang, ini bisa
kita lihat dalam sebuah hadits dari ‘Auf bin Malik,
beliau suatu ketika mengunjungi Rasulullah ﷺ
dan berkata; “Pada masa jahiliyah aku pernah
melakukan penjampian, lalu aku berkata, “Wahai
Rasulullah, bagaimana pendapat anda mengenai hal
tersebut?” Beliau menjawab:
ﺍﻋْﺮِﺿُﻮﺍ ﻋَﻠَﻲَّ ﺭُﻗَﺎﻛُﻢْ ﻟَﺎ ﺑَﺄْﺱَ ﺑِﺎﻟﺮُّﻗَﻰ ﻣَﺎ ﻟَﻢْ ﺗَﻜُﻦْ ﺷِﺮْﻛًﺎ
“Perlihatkan jampi kalian kepadaku! Tidak mengapa
dengan jampi selama bukan perbuatan syirik.” [1]
Rasulullah ﷺ meminta sahabatnya untuk
menunjukan bagaimana cara meruqyah yang ia
lakukan sebelum berfatwa untuk mengizinkannya
atau tidak. Hal ini menunjukan bahwa pada masa
itu ada dua ruqyah, ruqyah yang baik dan ruqyah
yang bathil. Hal ini diambil dari riwayat hadits
Kharijah bin Ash Shalt dari pamannya yang
mengisahkan ketika ia baru selesai berbai’at
kepada Rasulullah ﷺ
dan sepulangnya ketika
melewati perkampungan arab mereka dihampiri
oleh sekelompok orang yang meminta tolong
karena salah satu kerabatnya gila dan sudah diikat
rantai atau besi. Kemudian beliau menyanggupi
dan meruqyahnya dengan membacakan surat Al
Fatihah selama tiga hari di pagi dan sore hari,
beliau berkata;
“Saya kumpulkan ludah saya kemudian saya
meludahkannya lalu seolah-olah ia sembuh dari
penyakit gila. Kemudian mereka memberi saya
hadiah, saya berkata: ‘Nanti dulu, hingga saya
bertanya kepada Nabi Shallallahu’alaihiwasallam.’
Saya pun bertanya kepada beliau lalu beliau
bersabda: “Sungguh ada orang yang memakan dari
hasil ruqyah batil, tapi engkau memakan dari hasil
ruqyah yang benar.” [2]
Hal ini menunjukan bahwa ada ruqyah bathil ada
ruqyah yang diperbolehkan, dan yang dilarang
adalah ruqyah yang mengandung kesyirikan
didalamnya. Mari kita lihat lebih jauh lagi, agar
kokoh keyakinan kita dan keraguan itu sirna
selama-lamanya.
Ada lebih dari 116 hadits yang mengisahkan
tentang ruqyah dimasa Nabi ﷺ , belum lagi
hadits-hadits tentang sakit dan obat-obatnya
secara nabawi. Kita akan bahas segelintir hadits
saja, dan untuk memudahkan kita akan kelompokan
kedalam 3 kelompok. Yaitu sunnah fiiliyyah [sunnah
yang nabi kerjakan sendiri], sunnah taqriyyah
[sunnah pembenaran nabi] dan sunnah qouliyah
[perkataan nabi sendiri].
[Bersambung ke bagian 2]
Komentar
Posting Komentar